MAKALAH
PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA
(MUHAMMADIYAH DAN PERSATUAN ISLAM, NU DAN MASYUMI)
Diajukan untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pemikiran Modern dalam Islam
Dosen : H. Syarif Abubakar Yahya, LC. M.Si
Diajukan untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pemikiran Modern dalam Islam
Dosen : H. Syarif Abubakar Yahya, LC. M.Si
Disusun Oleh Kel. 11 :
Jurusan : Tarbiyah
Semester : III ( Tiga )
1.
Siti
Ruchamah
2.
Muamar
Solihin
3.
Wahyu Agus Bahri
Jurusan : Tarbiyah
Semester : III ( Tiga )
STAIMA
(
Sekolah Tinggi Agama Islam Ma’had Aly )
Jl. KH. Masduqie Aly Kasab Babakan
Ciwringin Cirebon
KATA PENGANTAR
Penyusun bersyukur kepada
allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan dalam
menyelesaikan tugas ini.
Makalah ini di susun
berdasarkan panduan dan bimbingan dosen yang terkait, yang di dalamnya
membahas mengenai “Pembaharuan Islam di Indonesia(Muhammadiyah dan Persatuan
Islam, NU dan Masyumi)” dan hal-hal yang masih terkait dengan materi.
Penyusun berterima kasih
kepada semua pihak terkait terutama dosen pembimbing yang sekaligus sebagai
dosen pemberi materi yang telah berperan penting dalam penyusunan tugas ini.
Makalah ini merupakan kajian
bagi mahasiswa dengan program pembahasan Pemikiran Modern Islam mengenai Pembaharuan
Islam di Indonesia (Muhammadiyah dan Persatuan Islam, NU dan Masyumi). Dalam
kajiannya mahasiswa di harapkan mampu memahami dan mengetahui pembaharuan yang
ada di Indonesia.
Dalam
penyusunan Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga masih perlu adanya
penyempurnaan. oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan keritik dan saran
yang membangun jika ada materi buku ini yang belum tepat.
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ............................................................. i
Daftar
Isi........................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang .............................................................1
B. Rumusan
Masalah ....................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
PEMBAHARUAN ISLAM DI
INDONESIA
1.
MUHAMMADIYAH
................................................... 2
2.
PERSATUAN
INDONESIA ........................................ 3
3.
NAHDLOTUL
ULAMA ...............................................4
4.
MASYUMI
.................................................................... 6
BAB III PENUTUP
A.
Keseimpulan ...............................................................................8
B.
Saran ............................................................................................8
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Semenjak datangnya
islam di Indenesia yang disiarkan oleh para Mubaligh khususnya di Indonesia
mengalami perubahan yang sangat pesat terutama setelah munculnya
organisasi-organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Persis, NU dan Masyumi.
Organisasi-Organisasi tersebut telah memberikan pembaharuan terhadap masyarakat
Indonesia.
Dari
organisasi-organisasi tersebuat ada beberapa perbedaan pemikiran dan pengamalan ajaran agama islam
serta pengajaran pendidikan. Namun dari perbedaan tersebut bukanlah alasan
untuk timbulnya sebuah perpecahan tetapi dari perbedaan itu muncul
pembaharuan-pembaharuan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Pembaharuan Islam di Indonesia?
2.
Pembaharuan Apa
saja yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah, Persis, NU dan Masyumi?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHARUAN ISLAM DI
INDONESIA
Masyarakat Indonesia dewasa ini merupakan masyarakat
peralihan yang mengalami transformasi sosial, politik ekonomi dan budaya yang
cepat serta memperoleh pengaruh dari dunia luar secara intens, industrialisasi,
urbanisasi, sekulerisasi, polarisasi masyarakat Indonesia yang cendrung menjadi
berbagai kelas merupakan proses yang terus berjalan dengan segala macam
implikasinya. Dalam konteks perubahan atau pembaharuan inilah organisasi islam
yang berkembang dalam bidang agama dan politik yang banyak di bahas di kalangan
masayarakat luas, dan juga di makalah ini terdapat empat organisasi islam yang
berkembang di Indonesia yang berkenaan dengan masalah keagamaan dan politik
dari prasejarah hinga hingga pembaharuan keislamannya.
Jika kita menitik beratkan perkembangan islam pada
organisasi-organisasi latar belakang ke islaman seperti muhamadiyah,persis,
nu,dan masyumihal ini tidak lepas dari dinamisnya cara berpikir ulama-ulama kita pemuka-pemuka agama islam kita bagaimana
membaca bagaimana bentuk relafan atau bentuk sesuai kekinian terhadap umat
islam membaca keyataan pembaharuan islam di Indonesia itu terbentuk secara
organisasi pada kisaran abad 20 atau tahun 1900 gaya gerak masyarakat pribumi
terutama agama islam membaca islam suatu cara pandang untuk meyikapi berbagai
macam masalah yang ada di Indonesia sendiri pembaruan islam di Indonesia
sendiri itu kita membaca dari 4 cara pandang
organisasi tersebut yaitu :
A.
MUHAMMADIYAH
Muhamadiyah, dikenal sebagai
organisasi islam yang mencoba memperbaharui islam yang didirikan kiai ahmad
dahlan pada tahun 1912 di yogyakarta. Sebagai gerakan islam moderenis,
muhamadiyah juga dikenal melalui gerakan pemurnian islam-nya yang berusaha
memberantas segala macam bid’ah baik di bidang kepercayaan akidah atau faham
ketuhanan ataupun pada bidang ibadah ritual yang bayak berkaitan dengan
sinkretisme. [1]
Sesuai pandangan, sebagian pengikut
muhamadiyah selain mendisiplinkan diri menerapkan doktrin islam murni seperti
yang tertuang di dalam buku tarjih.
Pada dasarnya pengikut muhamadiyah mencoba memurnikan islam di indonesia.
Pada dasarnya pengikut muhamadiyah mencoba memurnikan islam di indonesia.
Muhamadiyah yang pada umumnya
terdiri dari: pedadang,pegawai,dan petani kaya atau di sektor jasa dan
kerajinan. secara geografis, pengikut muhamadiyah umumnya tinggal di perkotaan
di sekitar pasar (geertz, 1983). Dari kantor pusat muhamadiyah (ppm,
sumberdaya, 1995, hlm. 40-41), di peroleh informasi anggota muhamadiyah kurang
10% petani dan 90% lebih bekerja di sektor jasa yang lebih 50% pegawai negri,
sisanya pegawai swasta. Secara keseluruhan lebih dari 90% tamat smu hingga
perguruan tinggi.[2]
Dalam penelitian yang lebih khusus
yang dilakukan ahmad jainuri (1997) dua wajah sosial-politik dan ke-agamaan
muhamadiyah terlihat dalam diri kiai dahlan di sebut jainur sebagai pandangan
relativisme (pemahaman) ke-agamaan dengan sikap toleran dan pluralisme. Sementara itu, mas mansoer membedakan antara ibadah
khusus dan umum. Dalam ibadah khusus, mas mansoer tampak lebih bersikap skripturalisasi
(konservatisme), tetapi untuk masalah yang tergolong ibadah umum tanpak lebih
substansialis (modernisme) (jainuri, 1997, hlm. 105-117).
Selain kiai
ahmad dahlan, muhamadiyah juga secra resmi mengkaji sufismi. Tahun
1932, terbit artikel “tasauwouf islam” karya dr. H. A. K. Amarullah (hbm,
almanak 1351 1932, hlm.206-221).
berikutnya tahun 1932, terbit
tulisan hamka “faham wihdatoel woedjoed di minang kabau” (hbm, almanak 1360,
1941, hlm 151-164). Kajian yang sama dilakukan murik kiai terkenal raden
hadjid(hbm,almanak 1348, 1929, hlm. 142-235). Sesudah itu hamka menulis buku
tasauf moderen yang populer di kalangan moderenis.
Menurut kiai dahlan memahami islam
itu harus berdasarkan akal, karena keputusan yang benar adalah keputusan akal
berdasarkan hati yang suci. menurut kiai dahlan hati suci itu adalah isi
kebenaran, sikap kritis dan kreatif.
Saat kongres islam di cirebon, kiai
dahlan berpendapat bahwa beribadah harus harus dilakukan tanpa pelantaraan
manusia, karna pahala haya dapat di peroleh dari perbuatannya sendiri dimana
setiap orang memiliki persamaan kedudukan.
Kiyaiahmad dahlan meyaksikan bayak
umat islam, tetapi tidak mengerti ajaran islam sebenernya atau tidak
mengamalkannya. dari dokumen yang dibuat pada kepemimpinan kia ahmad dahlan ide
islam murni dan pemurnian islam dari bid’ah, khufarat dan tahayul, muncul
sebagai tema gerakan sekitar sepuluh ia wafat.
Muhamadiyah secara garis besar
kenbayakan orang perkotaan dan yang bersekolah dan mereka tidak mengukuhkan
bermadhab.muhamadiyah sendiri mencoba islam yang murni dan menghilangkan
pemikiran-pemikiran yang tahayul percaya pada dukun, sesaji dan sebagainya
mereka ingin membasmi musrik yang ada di indonesia dan bidah-bidah.
B.
PERSATUAN
ISLAM (PERSIS)
abad
ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan Islam.
Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang
tenggelam dalam kejumudan (kemandegan berfikir), terperosok ke dalam kehidupan
mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid’ah, takhayul, syirik,
musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam Tampilnya jam’iyyah
Persatuan islam (Persis) dalam pentas sejarah di Indonesia pada awal
terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya
Islam. Lahirnya Persis Diawali dengan terbentuknya suatu
kelompok tadarusan (penalaahan agama Islam di kota Bandung yang dipimpin oleh
H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran akan kehidupan berjamaah,
berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam, menumbuhkan semangat
kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan cirri dan
karateristik yang khas.
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal
1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang
diberi nama “Persatuan Islam” (Persis). Nama persis ini diberikan dengan maksud
untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk
mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita
organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan
suara Islam, dan persatuan usaha Islam.
Pada masa ini persis dihadapkan pada pergolakan politik
yang belum stabil, pemerintah republik Indonesia seperti mulai tergiring kearah
demokrasi terpimpin yang di rancangkan oleh presiden Soekarno dan mengarah pada
pembentuk negara dan masyarakat dengan ideologi Nasionalis, agama, komonis
(NASAKOM), Setelah berakhirnya periode kepemimpina K.H. Muhammad Isa Ansshary,
kepemimpinan persis di pegang oleh K.H..E. Abdurahman (162-1982) yang
dihadapkan pada berbagai persoalan eksternal dengan munculnya berbagai aliran
keagamaan yang menyesatkan seperti aliran pembaharu isa bugis, isa bugis, islam
jama’ah, darul hadist, inkarus sunnah, syi’ah, ahmadiyah dan faham sesat
lainnya. Kepemimpinan K.H.E Abdurahman dilanjutkan oleh K.H.A LAtif Muctar, MA
(1983-1997) dan K.H. Shiddiq Amien (1997-2005) yang merupakan proses regenerasi
dari tokoh-tokoh persis kepada eksponen organisasi otonom kepemudaan (pemuda
persis).
Persis yang berpaham wahabi yang pertama kali di dirikan
oleh pendirinya organisasi persis pertama kali didirikan dikaota, di pelopori
oleh H. Zam-zam dan H. Muhammad Yunus, mereka adalah ulama persis yang pernah
pengenyam pendidikan di darul ulum, mekkah tempat berkembangnya paham wahabi
C.
NAHDATUL
ULAMA (NU)
Nahdatul ulama (NU) lahir pada
tanggal 31 januari 1926 di Surabaya, organisasi ini di prakarsai oleh sejumlah
ulama terkemuka, yang artinya kebangkitan para ulama, NU didirikan untuk menampung
gagasan keagamaan para ulama tradisional, pembentukan NU merupakan upaya
peorganisasian dan peran para ulama, pesantren yang sudah ada sebelumnya, agar
wilayah kerja keulamaan lebih ditingkatkan, dikembangkan dan di luaskan
jangkauannya dengan kata lain didirikannya NU adalah untuk menjadi wadah bagi
usaha mempersatukan dan menyatukan langkah-langkah para ulama dan kiai pesantren.
(Muksin jmil, 2007; 227)
Pada zaman prakemerdekaan NU
sebagai basis organisasi kaum tradisional Islam Indonesia yang terdiri atas
kiyai dan santri di Jawa dan telah memainnkan peran yang sangat penting dalam
penyusunan barisan anti penjajah.[3]Dalam
pandangan NU tidak semua tradisi buruk, usang, tidak mempunyai relevansi
kekirian, bahkan tidak jarang, tradisi biasa memberikan inspirasi bagi
munculnya modernisasi islam penegasan atas pemihakkan terhadap “warisan masa
lalu “ islam di wujudkan dalam sikap bermazhab yang menjadi typical NU, dalam
memahami maksud Al-Qur’an dan hadist tanpa mempelajari karya dan pemikiran-pemikiran
ulama-ulama besar seperti, Hanafi, Syafi’I, Maliki, dan Hambali hanya akan
sampai pada pemahaman ajaran islam yang keliru.
NU menetapkan diri sebagai pengawas
tradisi yang mempertahankan paham ahlussunnah wal jamaah. Disisi lain
Muhammadiyah dan Persatua Islam (Peris) merupakan dua organisasi kelompok modernis yang sangat berpengaruh dalam
gerakan social keagamaan dan pembaharuan pemahaman dan pengalaman ajaran agama.
Mereka monolak sebagian ajaran dan kebiasaan kaum tradisional yang dianggapnya
sudah keluar dari rel ajaran islam yang sebenarnya.[4]
Perbedaan
dan pertentangan kosep pemahaman dan pengamalan ajaran islam antara kedua
kelopok tersebut mengalami perkembangan, benturan dan hubungan pasang surut
dari masa ke masa. Hal ini mengakibatkan terjadinya “asimilasi budaya” yang
bermuara saling meresepsi kebiasaan-kebiasaan kelompok lainnya. Dalam konteks
ini, NU dan perkembangannya banyak mengadopsi unsure pembaharuan yang telah
dilakukan oleh Muhammadiyah, terutama dalam
bidang pengajaran dan pendidikan. Di madrasah-madrasah NU, misalnya yang
awalnya tidak diajarkan ilmu-ilmu umum, seperti berhitung, ilmu alam dan bahasa
inggris, sekarang keiasaan ini mulai diterapkan .begitu juga sebaliknya, tidak
sedikit kelompok modernis yang mengikuti kaum tradisional dalam soal-soal
tradisi keagamaan, seperti membaca tahlil untuk orang yang sudah mati.
Terdapat pula perubahan lainnya
dikalangan generasi muda NU terlihat dinamika baru dengan menjamurnya aktivitas
sosial dan intelektual, yang nyaris tak tertandingi oleh kalangan masyarakat
lain, selama ini NU di anggap ormas yang paling konservatif dan tertutup, dan
sedikit sekali punya sumbangan kepada perkembangan pemikiran keagamaan maupun
pemikiran sosial dan politik, prihal pemikiran keagamaan NU justru didirikan
sebagai wadah para kiai untuk bersama-sama bertahan terhadap garakan
pembaharuan pemikiran islam yang di wakili oleh Muhammadiyah, Al-irsyad dan
persis, NU hanya manerima interprestasi islam yang tercantum dalam kitab kuning
“ortodoks” al-kutub al- mu’tabarah, terutama fiqh Syafi’I dan aqidah menurut
mazhab asy’ari, dan menekan taklid kepada ulama besar pada masa lalu.
Bagi NU, Pembaharuan (tajdid)
bukanlah membiarkan para kaum muda untuk secara semberono mempertanyakan
kembali ajara-ajaran ulama besar yang sangat dihormati oleh warga NU, melainkan
upaya untuk mencari dan menambah ilmu ynag bermanfaat bagi kehidupan manusia
secara luas. Sedankan menurut kaum modernisi, pembaruan tidak hanya dilakukan
oleh NU, tetapi juga mereformasi pemahaman dan pengamalan ajaran agama yang
menurutnya berbau syikir dan kufarat serta yang mengandung unsur-unsur
sinkreisme.[5]
D.
MASYUMI
Pada bulan oktober 1943 miai
membubarkan diri, dan sebagai gantinya di bentuklah masyumi (majelis syuro
muslimin indonesia) pada bulan november 1943 dengan mendapatkan status hukum.
Tujuan utama di bentuknya masyumi adalah untuk memperkuat persatuan umat islam
dan membantu jepang demi kepentingan asia timur raya. Anggota masyumi berasal
dari organisasi yang mempuyai status hukum dan individu yang mendapatkan
persetujuan shuhumbu (kantor urusan agama).
pada awalnya nu mendukung penuh masyumi, pada muktamar nu 1946 warga nu di suruh untuk membanjiri partai politik masyumi, akan tetapi hal ini tidak bertahan lama, karna benih-benih keretakan mulai muncul pada tahun 1946 pada muktamar masyumi di yogyakarta. Generasi baru modernis kelompok moh.Natsir berhasil menegakan kepemimpinannya dan mengubah beberapa peraturan partai untuk membatasi peran majlis syuro yang lebih bayak di dukung oleh kiai-kiai nu.Kemampuan kiai-kiai tradisional di lecehkan oleh keum modernis sengga membuat dilegasi nu wolk out meninggalkan muktamara masyumi.Pertikayan masyumi dan nu pada puncaknya ketika usulan NU menominasikan kader nu menjabat mentri agama di kabinet wilopo di tolak oleh dewan masyumi. Penolakan ini meneguhkan nu untuk keluar dari masyumi pada muktamar nu 1952 akhirnya kiai h wahab asbuwloh (rais am pbnu) memberikan pendapatnya untuk keluar dari masyumi dan muktamar mensetujui untuk keluar dari masyumi. Selang 3 bulan setelah muktamar, pada tanggal 1 agustus 1952 secara resmi nu keluar dari masyumi dan kemudian berdiri sendiri partai politik.[6]
pada awalnya nu mendukung penuh masyumi, pada muktamar nu 1946 warga nu di suruh untuk membanjiri partai politik masyumi, akan tetapi hal ini tidak bertahan lama, karna benih-benih keretakan mulai muncul pada tahun 1946 pada muktamar masyumi di yogyakarta. Generasi baru modernis kelompok moh.Natsir berhasil menegakan kepemimpinannya dan mengubah beberapa peraturan partai untuk membatasi peran majlis syuro yang lebih bayak di dukung oleh kiai-kiai nu.Kemampuan kiai-kiai tradisional di lecehkan oleh keum modernis sengga membuat dilegasi nu wolk out meninggalkan muktamara masyumi.Pertikayan masyumi dan nu pada puncaknya ketika usulan NU menominasikan kader nu menjabat mentri agama di kabinet wilopo di tolak oleh dewan masyumi. Penolakan ini meneguhkan nu untuk keluar dari masyumi pada muktamar nu 1952 akhirnya kiai h wahab asbuwloh (rais am pbnu) memberikan pendapatnya untuk keluar dari masyumi dan muktamar mensetujui untuk keluar dari masyumi. Selang 3 bulan setelah muktamar, pada tanggal 1 agustus 1952 secara resmi nu keluar dari masyumi dan kemudian berdiri sendiri partai politik.[6]
Setelah keluarnya nu dari masyumi,
masyumi mengalami penurunan yang sangat signipikan pada pemilihan tahun 1955 nu
sendiri keluar sebagai partai terbesar ke 3 dengan merai hampir tujuh juta
pemilu atau 18,4% dari total suara nasional. Dan partai terbesar lainnya adalah pni (partai
nasional indonesia), masyumi dan pki ( partai komunis indonesia).
masyumi adalah
suatu organisasi politik yang didalamnya ada nu, muhamadiyah, persis, dan
sebagainya. Masyumi berdiri karna kepentingan politik bukan kepentingan agama
saat itu mereka menganggap politik saat itu penting agar bisa menselaraskan
indonesia yang saat itu di duduki oleh jepang dan mereka organisasi –organisasi
islam ikut andil membuat masyumi.
Golongan-golongan
islam ini mencoba menumpahkan pikirannya di masyumi dan disinilah mereka
mencoba menselaraskan bangsa tetapi lama kelamaan bayak perbadaan yang mendasar
karna beda indiologi atau latar belakan dan tidak lama indonesia merdeka pada
orde baru masyumi hancur karna tidak bisa meyatukan pemikiran
organisasi-organisasi islam.
E.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Indonesia dewasa ini merupakan
masyarakat peralihan yang mengalami transformasi sosial, politik ekonomi dan
budaya yang cepat serta memperoleh pengaruh dari dunia luar secara intens,
industrialisasi, urbanisasi, sekulerisasi, polarisasi masyarakat Indonesia yang
cendrung menjadi berbagai kelas merupakan proses yang terus berjalan dengan
segala macam implikasinya. Dalam konteks perubahan atau pembaharuan inilah
organisasi islam yang berkembang dalam bidang agama dan politik yang banyak di
bahas di kalangan masayarakat luas, dan juga di makalah ini terdapat empat
organisasi islam
Muhammadiyah dan Persatua Islam
(Peris) merupakan dua organisasi kelompok
modernis yang sangat berpengaruh dalam gerakan social keagamaan dan
pembaharuan pemahaman dan pengalaman ajaran agama. Mereka monolak sebagian
ajaran dan kebiasaan kaum tradisional yang dianggapnya sudah keluar dari rel
ajaran islam yang sebenarnya.
Sedangakan bagi NU, Pembaharuan
(tajdid) bukanlah membiarkan para kaum muda untuk secara semberono
mempertanyakan kembali ajara-ajaran ulama besar yang sangat dihormati oleh
warga NU, melainkan upaya untuk mencari dan menambah ilmu ynag bermanfaat bagi
kehidupan manusia secara luas.NU sebagai basis organisasi kaum tradisional
Islam Indonesia karena alam pandangan NU tidak semua tradisi buruk, usang,
tidak mempunyai relevansi kekirian, bahkan tidak jarang, tradisi biasa
memberikan inspirasi bagi munculnya modernisasi islam.
Selain Muhammadiyah, Persis dan NU
terdapat pula organisasi masyumi. Masyumi adalah suatu organisasi politik yang
didalamnya ada nu, muhamadiyah, persis, dan sebagainya. Masyumi berdiri karna
kepentingan politik bukan kepentingan agama saat itu mereka menganggap politik
saat itu penting agar bisa menselaraskan indonesia yang saat itu di duduki oleh
jepang dan mereka organisasi –organisasi islam ikut andil membuat masyumi.
- Saran
Dari makalah yang
kami paparkan bahwa kami sedikit mengambil memberikan saran bagi yang sempat
membaca makalah ini agar bisa mengambil hikmah dari sebuah cerita awal
kelahiran islam di Indonesia, terutama pada organisasi Islam seperti
Muhammadiyah, Persatuan Islam, NU dan Masyumi yang bertujuan untuk melancarkan kemurnian
aqidah islam. Dan pastinya makalah ini belum sempurna oleh karena itu kami
minta partisipasi teman-teman untuk menyempurnakan makalah ini, sekian dan
terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir Mulkhan, Dr,Neo-Sufisme dan pudarnya Fundamentalisme di
Pedasaan, (Yogyakarta, 2000)
Daliar Noer, Modern Islam Indonesia
1990-1992
Drs. H.M. As’ad Thoha, M. Ag dkk, LKS: Pendidikan Aswaja dan ke-NU-an, (Jatim,
2013)
Thurin
Zen, NU Politik : Analisis Wacana Media,
(Depok, 2003)
[1]Abdul Munir Mulkhan, Neo-Sufisme dan pudarnya Fundamentalisme di
Pedasaan, (Yogyakarta, 2000), hlm. 58-59.
[2]Abdul Munir Mulkhan, Neo-Sufisme dan pudarnya Fundamentalisme di
Pedasaan, (Yogyakarta, 2000), hlm. 46.
[3] Fathurin Zen, NU Politik : Analisis Wacana Media, (Depok, 2003),
hml. 13
[4] Daliar Noer, Modern Islam Indonesia 1990-1992, hlm. 84
[5] Fathurin Zen, NU Politik : Analisis Wacana Media, (Depok, 2003),
hml. 15-16
[6] Drs. H.M. As’ad Thoha, M. Ag dkk, LKS: Pendidikan Aswaja dan K-NU-an, (Jatim, 2013), hlm. 27-28

Tidak ada komentar:
Posting Komentar